Hanya Tulisan
Tidak lebih dari sekedar tulisan yang diharapkan dapat bermanfaat
Saturday, 9 December 2017
Mengapa Orang Indonesia Kesulitan Belajar Bahasa Asing?
Mungkin
terkadang kita berpikir, betapa kerennya orang-orang yang dapat berbahasa Inggris,
apalagi yang bisa menguasai lima sampai sepuluh Bahasa. Berkomunikasi dengan
orang lain dari negara berbeda akan terasa lebih mudah jika setidaknya kita
bisa berbahasa Inggris (akan jauh lebih mudah jika kita dapat berbicara dengan Bahasa
Ibu mereka).
Yang perlu saya tekankan disini
bahwa tulisan ini tidak bermaksud untuk menyinggung masyarakat kita yang banyak
kesulitan belajar Bahasa Inggris (ataupun Bahasa lainnya). Faktanya cukup
banyak dari kita yang dapat berkomunikasi dengan multibahasa. Bahkan cukup banyak
yang bisa berhasil menguasai Bahasa Inggris tanpa harus mengikuti pelatihan
atau kursus. Hanya bermodalkan sering nonton film, main game, ditambah
pelajaran Bahasa Inggris di sekolah (yang sebenarnya terkadang tidak lebih
efektif) sudah cukup untuk seseorang untuk “bisa” berbahasa Inggris. Justru,
sebenarnya kita akan tidak terlalu kesulitan untuk belajar Bahasa Inggris jika
dibandingkan orang-orang dari negara yang identik dengan mata sipit dan
berkacamata (tidak bermaksud rasis), yaitu orang-orang Asia Timur (Jepang,
Cina, dan Korea). Namun saya juga tentu tidak akan berkata bahwa mempelajari
dan bisa menguasai Bahasa baru akan jauh lebih mudah.
Tulisan saya ini juga tidak akan mengatakan bahwa penyebab
kita susah belajar Bahasa baru (kebanyakan akan berpikiran Bahasa Inggris)
adalah karena tidak belajar sungguh-sungguh atau hal yang sejenisnya (meskipun
itu memang juga merupakan penyebabnya). Tujuan saya adalah menunjukkan hal-hal lain
yang kita semua alami sebagai orang Indonesia. Hal-hal yang akan saya tunjukkan ini mungkin tidak akan dialami oleh orang-orang dari negara lain karena perbedaan struktur bahasa dan budaya masing-masing negara.
Lalu, apa saja hal-hal tersebut. Mari kita tinjau
1. Kita tidak terbiasa dengan perubahan bentuk (konjugasi) kata kerja berdasarkan waktu atau kala (tenses)
Pada bahasa Indonesia verba "pergi" kapanpun waktunya tetap saja "pergi". Saya pergi kemarin, sekarang, maupun nanti akan tetap ditulis "pergi"
Sedangkan, pada bahasa Inggris misalnya, verba pergi dalam bahasa Inggris "to go" akan berubah sesuai dengan waktu dan kondisinya seperti I'm going, I went, I go, etc.
Nah, karena hal tersebut, terkadang kita akan kesulitan untuk mempelajari Bahasa baru, yang seperti bahasa Inggris, akan memiliki bentuk verba yang berbeda untuk kondisi atau kala waktu yang berbeda. Kita akan mempelajari cara membentuk kalimat pada kondisi waktu past, present, future, dan kondisi lainnya yang memiliki makna berbeda. Kita juga harus mempelajari kapan atau pada situasi yang seperti apa kita menggunakan tenses tersebut. Sedangkan pada bahasa Indonesia, pada umumnya kita hanya perlu menambahkan kata keterangan waktu untuk menunjukkan kala atau waktu yang sedang dibicarakan.
Ini (mungkin) merupakan alasan utama kenapa orang Indonesia akan kesulitan belajar dan menguasai bahasa asing (lagi-lagi contohnya seperti bahasa Inggris). Apalagi di sekolah formal, kita tidak akan ditunjukkan kesulitan ini. Kita akan diajar struktur dan kapan situasi penggunaan sebuah tense. Kita tidak akan pernah diberitahu bahwa inilah yang salah satu jadi penyebab kesulitan kita, perbedaan hal dari bahasa kita dan mereka sehingga kita tidak bisa membuat kalimat dengan hanya bermodalkan kosa-kata melimpah. Padahal perubahan ini sebenarnya cukup "ekstrim" dan perlu ditunjukkan kepada siswa karena akan menjadi salah satu perbedaan yang sangat mendasar dalam bahasa Inggris.
Selain itu, dalam bahasa Indonesia tidak ada perubahan kata kerja untuk subyek yang berbeda. Berbeda halnya dengan bahasa Inggris dan bahasa Spanyol, beberapa subyek akan berubah kata kerjanya jika dibuat dalam sebuah kalimat.
2. Kita terbiasa dengan pelafalan huruf yang "satu untuk semua" (konsisten)
Pada Bahasa Indonesia huruf "a" dibaca "a", huruf "b" dibaca "b", begitupun dengan huruf lainnya yang hampir semua memiliki pelafalan yang selalu sama (pengecualian untuk huruf "e" yang umumnya memiliki dua pengucapan berbeda). Huruf "a" pada kata "maka", "bahasa", dan "dia" akan terdengar sama jika diucapkan.
Sedangkan pada Bahasa Inggris, huruf "a" saja memiliki beberapa penyebutan, bandingkan saja pada kata "father", "crazy", dan "aback" semuanya memiliki pronounciation (penyebutan) yang berbeda-beda untuk huruf "a".
Sedangkan pada kasus lainnya, suatu bahasa menuntut kita untuk "lebih berhati-hati" lagi, karena perbedaan tone, tekanan, maupun panjang bunyi menyebabkan perbedaan makna kata. Contohnya pada bahasa Cina, bahasa Arab, dan bahasa Jepang.
Oleh karena perbedaan itu, sebagian masyarakat Indonesia akan kesulitan untuk belajar Bahasa Inggris. Ketidakmampuan untuk melafalkan kata-kata juga dapat mendorong rasa frustasi kita dalam mempelajari Bahasa asing. Namun, hal yang perlu dibanggakan bahwa orang Indonesia akan lebih mungkin untuk bisa melafalkan suatu bahasa asing dengan baik dan benar jika dibandingkan dengan orang-orang dari negara lainnya. Contohnya: orang Inggris dan kebanyakan orang Eropa akan kesulitan melafalkan huruf "r" dengan benar jika belajar bahasa Indonesia, orang Tiongkok juga demikian, orang Jepang yang malah lebih kesulitan melafalkan huruf "l", dan orang Korea yang akan kesulitan untuk menyebutkan dua huruf konsonan yang berdekatan (seperti "bro" akan dibaca "bero").
3. Tidak ada (jarang) perbedaan gender kata benda (nomina)
Pada bahasa Indonesia, kita akan mendapati bahwa hampir semua kata benda tidak dibedakan berdasarkan gender maskulin, feminim, atau netral. Misal, kata anak atau kekasih. Mungkin ada sih, seperti siswa-siswi atau pramugara-pramugari, namun dengan menyebutkan "siswa" saja sudah cukup untuk menunjukkan yang dimaksud adalah semua siswa. Pada kasus lainnya, kata saudara(i), kita tidak akan mengatakan saudari untuk merujuk kepada saudara perempuan kita.
Sedangkan pada bahasa Inggris kita mengenal kata "brother" dan "sister" untuk merujuk pada "sibling" (yang sangat jarang digunakan) yang artinya saudara, atau kata "son" dan "daughter", dll.
Pada bahasa Korea bahkan lebih parah lagi, karena untuk panggilan atau kata "kakak" sendiri memiliki empat terjemahan ke Bahasa Korea, yang keempatnya tidak bisa disamakan. "Oppa" biasa digunakan oleh seorang perempuan untuk kakak laki-laki, "Eonni" biasa digunakan oleh seorang perempuan untuk kakak perempuan, "Hyeong" biasa digunakan oleh seorang laki-laki untuk kakak laki-laki, dan "Nuna" biasa digunakan oleh seorang laki-laki untuk kakak perempuan.
Hal ini bisa menyebabkan pada suatu waktu, kita salah menyebutkan kata benda yang tepat untuk gender yang tepat. Hal ini sebenarnya bukan masalah berarti kalau kita bisa dengan mudah mengingatnya, tapi bagi orang yang baru memulai belajar bahasa asing? Ini cukup bisa untuk membuat pusing kepala.
4. Kita memang tidak terbiasa untuk berbicara atau berkomunikasi dengan bahasa yang baku dengan struktur yang benar.
Ya, ini salah satu yang bisa dikatakan kelemahan kita. Kita tidak terbiasa menggunakan bahasa yang baku secara full dalam keseharian kita. Percampuran antara bahasa daerah, bahasa Indonesia, maupun bahasa gaul sudah akrab (bahkan lebih akrab) di telinga kita. Kita dan lawan bicara kita bahkan akan merasa aneh jika kita terlalu baku dalam menggunakan bahasa Indonesia. "Pengen makan bareng?" akan terdengar lebih friendly daripada "Apakah kamu ingin makan bersama?"
Kebiasaan ini secara tidak langsung akan menyulitkan kita dalam belajar bahasa asing yang lebih konsisten dalam struktur bahasanya, seperti bahasa Inggris, Prancis, Arab, dan Korea. Karena kita dalam kehidupan sehari-hari berbahasa Indonesia, gak "menjalankan" aturan bahasa yang baik dan benar. Terlebih, dalam memulai mempelajari bahasa asing, biasanya kita akan memulai membuat kalimat dengan terlebih dahulu membuatnya dalam bahasa Indonesia lalu menerjemahkannya ke bahasa asing yang diinginkan. Jika dalam membuat kalimat dalam bahasa Indonesia saja kesulitan, bagaimana dengan bahasa lainnya?
Padahal, sebenarnya bahasa Indonesia memiliki struktur kalimat yang cukup mirip dengan bahasa Inggris dan kebanyakan bahasa lainnya, yaitu struktur dasar kalimat SPO (Subjek-Predikat-Objek). Berbeda dengan orang Jepang dan Korea yang akan menghadapi perubahan ekstrim dalam mempelajari bahasa Inggris atau bahasa Indonesia karena bahasa mereka selain memiliki honorific (tingkat kesopanan) juga memiliki struktur dasar kalimat yang berbeda yaitu (Subjek-Objek-Predikat). Itu sebabnya, orang Jepang atau Korea selalu merasa kesulitan belajar bahasa Inggris maupun bahasa lainnya karena perubahan ekstrim yang harus mereka biasakan dalam melakukan "lintas bahasa".
Itulah beberapa hal yang bisa dikatakan sebagai penyebab kesulitan orang Indonesia dalam belajar bahasa asing. Namun, kesulitan tersebut sebenarnya bisa diatasi dengan terus belajar dan berlatih menggunakan bahasa tersebut. Practice makes perfect.
Wednesday, 28 December 2016
Persamaan penting dalam aljabar
Beberapa persamaan dan identitas penting dan sering digunakan dalam menyelesaikan persamaan matematika antara lain:
(a + b)2
= a2 + 2ab + b2
(a - b)2
= a2 - 2ab + b2
a2 - b2 = (a + b)(a
- b)
(a + b)3
= a3 + b3 +3ab(a + b)
(a - b)3
= a3 - b3 - 3ab(a + b)
Sifat tersebut digunakan dalam mengerjakan soal matematika sekolah maupun soal olimpiade matematika. Sangat penting untuk mengetahui ini karena ini merupakan dasar dalam matematika SMP dan SMA.
Sekian dari saya
Wassalam
Soal AIME
AIME atau American Invitational Mathematical Examination adalah ajang prestisius bidang matematika di USA. Soal memiliki kesulitan yang mirip seperti OSK-OSP, namun ada beberapa materi yang ada di AIME tapi tidak di OSN Indonesia seperti bilangan kompleks. Paket soal terdiri dari 15 nomor yang dikerjakan dalam waktu 3 jam.
Kali ini saya akan memposting soal AIME yang saya dapatkan dari Internet. Yaitu soal AIME 1983-1988 dan 1997.
Jika ada yang ingin memberikan solusinya silahkan diposting di pembahasan. Akan membantu orang lain dan saya sendiri.
Sekian dari saya
Terima kasih
Friday, 16 December 2016
Barisan dan Deret Aritmetika
Pada kali ini saya akan membahas tentang barisan dan deret.
Barisan adalah suatu susunan bilangan yang memiliki pola tertentu.
Contohnya:
1, 2, 3, 4, ...
Contohnya:
1, 2, 3, 4, ...
2, 4, 6, 8, ...
1, 2, 4, 6, ...
Deret merupakan jumlah bilangan pada suatu barisan
Contohnya:
2 + 8 + 14 + ...
2 + 8 + 14 + ...
3 + 6 + 12 + ...
Secara umum barisan dan deret dibagi atas 2 yaitu aritmetika dan geometri
Barisan dan Deret Aritmetika
A. Barisan Aritmetika
Barisan aritmetika adalah barisan yang memiliki beda tetap. Artinya selisih antara setiap suku akan tetap.
Contoh :
1, 3, 5, 7, ...
Contoh :
1, 3, 5, 7, ...
2, 5, 8, 11, ...
Secara rumus suku-n dari barisan aritmetika adalah
Un = a + (n
- 1)b
Dimana
a = awal (suku pertama dari barisan)
b = beda (selisih)
b = U2 - U1
= U3 -U2 = U4 - U3 = … = Un - Un -1
Contoh soal:
1. Diketahui suatu barisan aritmetika 2, 5, 8, 11, .... Tentukan nilai dari suku ke-100
Jawab:
a
= 2
b
= 3
Un = a + (n-1)b
U100 = 2 +
(100-1)3
U100 = 2 +
(99)3
U100 = 2 +
297
U100 = 299
2. Diketahui sebuah barisan aritmetika tingkat satu, dimana U8 = 43 dan U13 = 68. Tentukan nilai dari suku ke-47
Jawab:
Terlebih dahulu dicari nilai a dan b
Terlebih dahulu dicari nilai a dan b
U8 = 43
a
+ (8-1)b = 43
a
+ 7b = 43 ………………….(1)
Lalu dengan cara yang
sama diperoleh
U13 = 68
a
+ (13-1)b = 68
a
+ 12b = 68 …………………(2)
Dengan mengeliminasi a pada persamaan (1) dan (2) diperoleh
5b = 25
b = 5
Dengan menyubtitusikan b = 5 ke persamaan (1) didapat
a + 7b = 43
a + 7(5) = 43
a + 35 = 43
a = 8
Sehingga diperoleh
Un = a + (n-1)b
Un = 8
+ (n-1)5
Un = 8
+ 5n - 5
Un = 3 + 5n
U47 = 3 +
5(47) = 3 + 235= 238
2. Deret Aritmetika
Deret aritmetika adalah jumlah dari bilangan-bilangan pada barisan aritmetika.
Contohnya :
5 + 9 + 13 + 17 + ...
Contohnya :
5 + 9 + 13 + 17 + ...
4 + 2 + 0 + (-2) + ...
Secara umum rumus deret aritmetika adalah
atau
Contoh soal :
1. Diketahui sebuah deret aritmetika 9 + 12 + 15 + ..., Tentukan nilai dari S50.
Jawab :
a
= 9
b
= 3
Maka
S50 = 25(18
+ 147)
S50 =
25(165)
S50 = 4125
2. Jika jumlah 101 bilangan kelipatan tiga yang berurutan adalah 18.180 maka jumlah tiga bilangan terkecil yang pertama dari bilangan-bilangan tersebut adalah
Jawab:
Diketahui: n = 101, b=3, S101 = 18180
Kedua ruas dikali 2 diperoleh
36360 = 101(2a + 300)
Kedua ruas dibagi 101 kita punya
360 = 2a + 300
2a = 60
a = 30
Oleh karena itu tiga bilangan pertamanya adalah 30, 33, dan 36
Jumlah ketiganya adalah 30 + 33 + 36 = 99
Berikut adalah beberapa soal yang bisa kalian kerjakan
1. Diketahui sebuah barisan aritmetika 4, 1, -2,... Tentukan suku ke- 150 dari barisan tersebut!
2. Dari suatu deret aritmetika diketahui suku ke-3 bernilai 13 dan suku ke-7 adalah 29. Jumlah 25 suku pertama deret tersebut adalah
3. Suku ke-5 sebuah deret aritmetika adalah 11 dan jumlah nilai suku ke-8 dan suku ke-12 sama dengan 52. Jumlah 20 suku pertama deret tersebut adalah
Sekian dari saya, tunggu postingan saya selanjutnya
Wednesday, 28 September 2016
Soal OSP SMA 2016
Kali ini saya akan mengepos soal OSN Provinsi Matematika. Soal OSP 2016 sangat dicari karena sampai saat ini belum ada yang "mau" mengepos soalnya, apalagi pembahasannya (Ini sih saya yang ngarep). Menurut saya, secara umum soal OSP Matematika 2016 "sedikit" menurun dari tahun sebelumnya (Meskipun saya sendiri tidak lolos ke Nasional sih), tapi setelah dilihat dan dikerjakan memang "tidak sesulit" tahun sebelumnya. Apalagi soal isian singkatnya banyak yang bisa di"brute force".
Ok. Ini dia soalnya.
Wednesday, 10 August 2016
Full Day School? Really?
Beberapa hari yang lalu, seorang teman saya memposting di FB tentang sekolah sampai jam 5. Saya kira ini hanya HOAX, tapi ternyata jadi trend di sosial media. Sebagai siswa kecemasan pun timbul, sekolah sampai jam 5? tanpa itu pun sudah kelabakan dengan tugas yang menumpuk, malah jadi harus di sekolah sampai jam 5. Iya tidak belajar terus dan membuatnya jadi menyenangkan, but really? walaupun akan dibuat sangat menyenangkan sekalipun para siswa tidak akan suka, waktu untuk istirahat? untuk merenung dan bermeditasi (saya ini mah)? kira pak Menteri cuma orang dewasa aja yang bisa stress dan bad mood, anak sekolahan juga bisa stress dan bad mood. Lalu anehnya alasan utama full day school adalah menjadikan anak tidak liar. What an excuse that is! emang mayoritas anak Indonesia liar gitu? suka keluyuran? emang sebanyak itu yah yang terkena dampak narkoba dan pergaulan bebas? Terus yang normal-normal aja gimana? Yang kerjaannya bukan hanya di sekolah tapi juga bantu pekerjaan keluarga di rumah bagaimana?
Bilangnya ini gagasan dan wacana aja belum jadi kebijakan, terus dengan gagasan dan alasan yang tidak masuk akal itu buat para siswa dan orang tua cemas. Emang sudah observasi yah? atau hanya liat di berita yang kebanyakan memberitakan hal-hal negatif siswa? yang kena dampak narkoba lah, free seks lah, tawuran lah.
Lebih anehnya lagi, ketika yang jadi masalah adalah pendidikan karakter, moral siswa yang semakin menurun, dan persiapan generasi muda menghadapi MEA yang menuntut kreativitas, eh malah yang ditekankan pendidikan formal yang merujuk kepada kemampuan akademis.
Ya, meskipun gak ada full day school juga, para siswa juga sibuk, ada yang kerja kelompok di sekolah, ada yang ikut ekskul, ada yang les dan bimbel juga, dan semua itu butuh waktu dan tenaga.
Terus full day school, tapi tidak memikirkan transportasi dan konsumsi. Sekolah sampai jam 5 terus tidak makan siang dan tidak ada transportasi untuk pulang, eh sampai di rumah udah kemalaman, gak sempat belajar di rumah, tidak sempat untuk komunikasi dengan orang tua, tidak ada waktu untuk hang out bareng teman-teman, yang ada cuma kelelahan.
Lalu ada juga yang sama baca, gagasan full day school itu dilihat dari sekolah swasta. Iya memang nyatanya di Indonesia anak-anak sekolah swasta memiliki kemampuan akademis lebih baik dari siswa sekolah negeri, tapi benarkah karena mereka sekolah lebih lama? Ya tidaklah, itu karena gurunya. Ya jelas kalau siswa sekolah swasta lebih baik dari sekolah negeri, toh mereka bayar, pasti guru-gurunya tidak sembarangan, pasti yang memiliki kemampuan yang sangat baik, bahkan ada yang membawa tenaga pengajar dari luar negeri.
Lebih anehnya lagi, ketika yang jadi masalah adalah pendidikan karakter, moral siswa yang semakin menurun, dan persiapan generasi muda menghadapi MEA yang menuntut kreativitas, eh malah yang ditekankan pendidikan formal yang merujuk kepada kemampuan akademis.
Ya, meskipun gak ada full day school juga, para siswa juga sibuk, ada yang kerja kelompok di sekolah, ada yang ikut ekskul, ada yang les dan bimbel juga, dan semua itu butuh waktu dan tenaga.
Terus full day school, tapi tidak memikirkan transportasi dan konsumsi. Sekolah sampai jam 5 terus tidak makan siang dan tidak ada transportasi untuk pulang, eh sampai di rumah udah kemalaman, gak sempat belajar di rumah, tidak sempat untuk komunikasi dengan orang tua, tidak ada waktu untuk hang out bareng teman-teman, yang ada cuma kelelahan.
Lalu ada juga yang sama baca, gagasan full day school itu dilihat dari sekolah swasta. Iya memang nyatanya di Indonesia anak-anak sekolah swasta memiliki kemampuan akademis lebih baik dari siswa sekolah negeri, tapi benarkah karena mereka sekolah lebih lama? Ya tidaklah, itu karena gurunya. Ya jelas kalau siswa sekolah swasta lebih baik dari sekolah negeri, toh mereka bayar, pasti guru-gurunya tidak sembarangan, pasti yang memiliki kemampuan yang sangat baik, bahkan ada yang membawa tenaga pengajar dari luar negeri.
Well, Alhamdulillah sudah dikonfirmasi bahwa full day school masih akan dikaji dan kemungkinan tidak jadi. Tapi kecemasan itu masih ada. Tentu saja penolakan jauh lebih banyak daripada yang setuju.
Sekian dan wassalam
Thursday, 4 August 2016
Tugas yang banyak? Apakah dibutuhkan oleh siswa?
Ya, PR, seolah-olah menjadi sesuatu yang "menjadi bagian hidup para siswa". Yap, pekerjaan rumah bagi para siswa adalah pekerjaan sehari-hari mereka. Ada sih beberapa yang tidak mengeluh, tapi 95% dari mereka terus mengeluh dan merasa kelabakan dengan banyaknya tugas yang diberikan oleh guru (termasuk saya, hehehe). Memang sih, PR itu merupakan semacam "latihan" atau kata guru sih supaya belajar di rumah. Ada juga yang bilang supaya lebih disiplin. Tapi apakah benar? Dan apakah semua tujuan itu terwujud?
Mari kita lihat poin-poin berikut
1. Tugas yang terlalu banyak membuat siswa stress
Ya, memang mungkin inilah yang selalu dikatakan oleh kebanyakan orang. Tapi 100% benar kok. Tugas yang terlalu banyak menyebabkan siswa stress. Beberapa dari guru menyarankan untuk mengerjakan tugas secepatnya tidak boleh ditunda-tunda, tapi apakah hanya itu yang harus dikerjakan? apakah para guru tidak menyadari bahwa ada tugas lain yang deadlinenya lebih dekat? Apakah siswa tidak punya pekerjaan lain? Ya tentu mereka punya pekerjaan lain seperti membantu orang tua di rumah, ekskul, hang out bareng teman dan sahabat, bersantai, dan bahkan beberapa ingin belajar sesuai dengan kesukaan mereka (aku banget mah ini). Namun semua itu tidak dapat mereka lakukan karena tugas yang terus datang silih berganti seperti antrian yang tidak terbatas panjangnya. Tugas di sekolah seperti bilangan yang tak berhingga banyaknya. Dari hasil survei, sebanyak 56 persen dari siswa menganggap pekerjaan rumah merupakan sumber utama stres. Sementara 43 persen melihat ujian sebagai stressor utama, sedangkan 33 persen menempatkan tekanan tersebut (pekerjaan rumah) untuk mendapatkan nilai bagus. Hanya kurang dari 1 persen dari siswa mengatakan pekerjaan rumah tidak membuat stres. Apakah ini tujuan pemberian tugas yang sebenarnya? Saya rasa tidak
2. Sedikitnya waktu untuk komunikasi dengan orang tua dan sahabat
Banyaknya tugas menyebabkan waktu mereka terkuras untuk mengerjakan tugas, bahkan waktu yang digunakan untuk kumpul bersama keluarga terenggut oleh tugas. Bayangkan, siswa harus mengerjakan 2-3 tugas setiap harinya. Tentu waktu mereka akan digunakan untuk mengerjakan tugas hanya "demi nilai". Namun apakah nilai itu dapat menggantikan waktu mereka? Waktu untuk berkumpul bersama keluarga, bersosialisasi dan lainnya. Dan itu semua bukanlah KEINGINAN tapi KEBUTUHAN.
3. Dapat Menyebabakan Kesehatan Terganggu
Ya, tentu ini ada korelasinya dengan poin nomor 1. Stress dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun, dan ketika itu terjadi maka tubuh seseorang akan mudah terserang penyakit. Selain karena stress, hal-hal seperti kurang tidur juga jadi masalah bagi para siswa karena harus bekerja sampai pukul 11-12 malam (aku mah gak sanggup). Katanya kesehatan jadi yang utama, kok gini?
4. Tidak lebih dari sekedar nilai dan takut dihukum
Poin ini mungkin sedikit terkesan "sarkastik". Tapi itulah pandangan saya. Tujuan pemberian tugas seharusnya untuk melatih siswa dan untuk sebagai pembelajaran di rumah. Namun apakah poin itu tercapai? Tentu tidak. Para siswa hanya saling "menyalin" (honestly it's me too) tugas karena tidak ada cukup waktu untuk mengerjakan semua tugas-tugas, apalagi yang membutuhkan waktu lebih seperti matematika, fisika, dan kimia. Lalu, bagi para siswa yang ingin menggeluti bakat dan kemampuannya tidak punya waktu untuk itu. Apakah semua dari tugas-tugas itu akan "begitu berguna" dalam dunia yang lebih kejam yaitu dunia kerja? Tentu tidak, yang dibutuhkan skill dan kemampuan mereka berpikir. Tidak ada waktu untuk mengasah kemampuan itu.
Sebenarnya tugas tidak ada salahnya, tapi benar sekali yang berlebihan itu tidak baik.
Sekian dari saya Wassalam
Sekian dari saya Wassalam
Subscribe to:
Posts (Atom)